EDUPRENEURSHIP SELUK BELUK dan IMPLEMENTASINYA
oleh: TriWahyudi | dilihat: 16246 | komentar: 0
#1
- TriWahyudi
- Anggota
EDUPRENEURSHIP SELUK BELUK dan IMPLEMENTASINYA
EDUPRENEURSHIP SELUK BELUK dan IMPLEMENTASINYA
EDUPRENEURSHIP SELUK BELUK dan IMPLEMENTASINYA
Oleh Tri Wahyudi
Mahasiswa S2 Pendidikan Guru Vokasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dan Pengajar di SMK Muhammadiyah 1 Surakarta
A. Edupreneurship
Edupreneurship merupakan bagian dari entrepreneurship yang unik di bidang pendidikan. Entrepreneurship adalah usaha kreatif atau inovatif dengan melihat atau menciptakan peluang dan merealisasikannya menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah (ekonomi, sosial, dll). Entrepreneurship di bidang sosial disebut sosiopreneurship, di bidang edukasi disebut edupreneurship, di internal perusahaan disebut interpreneurship, di bidang bisnis teknologi disebut teknopreneurship (Ikhwan Alim, 2009).
Oxford Project, (2012) menjelaskan edupreneurship adalah sekolah-sekolah yang selalu melakukan inovasi yang bermakna secara sistemik, perubahan transformasional, tanpa memperhatikan sumber daya yang ada, kapasitas saat ini atau tekanan nasional dalam rangka menciptakan kesempatan pendidikan baru dan keunggulan. Dua pengertian tersebut mengandung makna yang berbeda. Dalam pengertian pertama, edupreneurship lebih banyak berorientasi pada profit yang banyak memberi keuntungan finansial. Definisi kedua lebih umum yaitu semua usaha kreatif dan inovatif sekolah yang berorientasi pada keunggulan.
Konsep edupreneurship dalam artikel ini ditekankan pada usaha kreatif atau inovatif yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh prestasi sekolah dan menambah income (pemasukan). Prestasi sekolah mungkin tidak langsung membuahkan keuntungan finansial tetapi sekolah yang berprestasi memiliki lebih banyak kesempatan untuk mendapat penghargaan, bantuan, dan input siswa yang lebih baik. Dengan modal prestasi ini, sekolah sedikit demi sedikit akan mengalami kemajuan sampai menjadi sekolah unggul. Dalam konteks ini, unggul tidak memberi dampak finansial secara langsung tetapi merintis masa depan yang lebih sukses. Setelah menjadi sekolah unggul, peluang dan kesempatan untuk mencari tambahan income semakin mudah didapatkan.
Banyak lembaga pendidikan unggul yang ada pada saat ini cenderung menarik biaya pendidikan yang mahal dari peserta didiknya. Lembaga pendidikan berubah menjadi pabrik-pabrik pendidikan. Banyak lembaga pendidikan yang hanya mengejar kuantitas tanpa memperhatikan kualitas input maupun outputnya. Sebagian output/lulusan dapat memperoleh prestasi akademik tinggi tetapi belum tentu mampu beradaptasi, kreatif, inovatif dan kompetitif dalam menghadapi dunia kerja. Dalam teaching factory, siswa SMK disiapkan untuk menjadi lulusan yang siap kerja, cerdas, kompetitif dan memiliki kemampuan atau pengetahuan sesuai dengan tuntutan dunia kerja
Lembaga pendidikan unggul diharapkan mampu memberdayakan peserta didik agar mereka memperoleh sukses di kemudian hari. Untuk memperoleh sukses tersebut, pendidikan diharapkan mampu membekali peserta didiknya supaya memiliki kepekaan sosial untuk menembus sektor bisnis dan membawa perubahan. Sistem manajemen eduprenership diharapkan mampu menghasilkan calon orang-orang yang akan sukses. Di sisi lain, membangun edupreuneur saat ini juga diharapkan mampu memakmurkan lembaga pendidikan tanpa membebani orang tua dan pemerintah.
Edupreneurship digerakkan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dan manajer di sekolah. Pemimpin sekolah yang menjadi edupreneurs adalah seorang yang mampu mengatur dan mengelola sebuah lembaga sekolah dengan inisiatif, inovasi dan resiko. Untuk menjadi seorang pemimpin edupreneur maka ada beberapa perilaku yang harus dimiliki seperti: (1) bertindak sebagai agen perubahan; (2) memimpin tanpa pamrih; (3) membawa budaya baru yang diharapkan dengan penuh keyakinan; (4) mendukung pengambilan risiko dan belajar terus menerus; (6) bersedia berinvestasi dan memanfaatkan sumber daya yang ada bahkan ketika sumber daya langka-pun pemimpin juga mau berinvestasi (Oxford Project, 2012).
Pembelajaran kewirausahaan SMK diimplementasikan dalam berbagai bentuk metode pembelajaran berbasis produksi dan bisnis antara lain: Teaching Factory, Teaching Industry, Hotel Training, Incubator Unit, dan Business Center di sekolah. Metode pembelajaran berbasis produksi dan bisnis dirancang dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kewirausahaan melalui wahana belajar sambil berbuat (learning by doing).
B. Implementasi Edupreneurship
1. Teaching Factory
Penyelenggara pendidikan dituntut mampu menghasilkan lulusan yang kreatif dan inovatif menciptakan peluang usaha (entrepreneur). Salah satu strategi untuk menyiapkan lulusan yang mampu berwirausaha adalah mengembangkan teaching factory sebagai tempat berlatih usaha. Edupreneurship tanpa teaching factory sama seperti belajar keterampilan tanpa praktik karena tidak ada pengalaman nyata yang diperoleh siswa selama belajar. Namun demikian, untuk menjadi seorang entrepreneur tidak semata-mata harus berwirausaha dengan cara berjualan, tetapi dapat menjadi kreator pada industri kreatif yang lebih luas lapangan kerjanya
Teaching factory merupakan suatu konsep pembelajaran kontekstual yang mendekatkan siswa ke dalam situasi kerja yang sesungguhnya. Teaching Factory merupakan sebuah replika industri, memiliki peralatan produksi setara dengan industri, menerapkan standar operasional prosedur yang sama dengan industri sehingga produksi barang dan jasapun sejajar dengan industri, Teaching Factory diharapkan dapat menjembatani kesenjangan kompetensi yang dibutuhkan industri dengan kompetensi yang dipelajari di sekolah (Ikhsan Zainudin; Suwachid; Ngatou Rohman, 2012).
Teaching Factory (TEFAC) merupakan perpaduan Competency Based Training (CBT) dan Production Based Training (PBT), Competency Based Training (CBT) merupakan pembelajaran berbasis kompetensi/skill kerja yang bertujuan mengajarkan keterampilan (skill) kerja sesuai dengan prosedur dan standar kerja untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan industri/pasar/konsumen. Pembelajaran berbasis produksi mengutamakan produk barang atau jasa yang berkualitas tetapi produk tersebut tidak dipakai atau dipasarkan. Produk hanya untuk menghasilkan nilai dalam proses belajar mengajar. Dalam teaching factory, pembelajaran berorientasi pada produk barang atau layanan jasa yang layak jual dan dapat dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan.
Secara umum pembelajaran TEFAC bertujuan untuk melatih siswa berdisiplin, meningkatkan kompetensi keahlian siswa, menanamkan mental kerja supaya mudah beradaptasi dengan situasi dan kondisi dunia industri, menguasai bidang manajerial serta menghasilkan produk yang berstandar mutu industri (Hassbullah, 2009: 396 dalam I made Gali). Dalam pedoman pengelolaan teaching factory yang di terbitkan Dinas Pendidikan Jawa Tengah, teaching factory di harapkan mampu: (1) menjadi sumber pembelajaran siswa; (2) menjadi salah satu sumber pendanaan pendidikan sekolah SMK; (3) sebagai sarana peningkatan kompetensi guru dan siswa: (4) sebagai sarana alih teknologi dan transformasi, budaya industry dalam pembentukan karakter.
2. Business Center
Prioritas pembangunan bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga terdidik dengan kemampuan: (1) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan; (2) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja global. Salah satu sasaran Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pendidikan Nasional 2010- 2014, dinyatakan bahwa “seluruh SMK menyediakan layanan pembinaan pengembangan kewirausahaan”. Program ini dikembangkan untuk membantu siswa agar mampu menerapkan ilmunya dalam praktek kehidupan nyata, khususnya dalam mendapatkan pekerjaan atau menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan program business center, pendidikan diharapkan dapat berinteraksi dengan lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi melalui usaha perdagangan.
Business center adalah pusat kegiatan bisnis atau pusat kegiatan ekonomi yang bertujuan mencari keuntungan. Business center adalah nama lain dari unit produksi. Biaya pendidikan di SMK mahal, oleh sebab itu SMK disarankan memiliki program untuk mencari keuntungan melalui kegiatan pengadaan barang, jasa, dan fasilitas lain yang dapat dijual atau disewakan. Tujuan program business center adalah:
1.[size=1] [/size]Mewujudkan berdirinya laboratorium bisnis/ perdagangan yang berfungsi sebagai wahana interaksi sosial dan ekonomi bagi warga sekolah terutama siswa dan guru.
2.[size=1] [/size]Menghasilkan tamatan SMK yang memiliki jiwa entrepreneurship (kewirausahaan) dan siap mandiri dalam upaya meningkatkan fungsi pendidikan sebagai lembaga pencetak generasi produktif.
C. Langkah-langkah yang akan diambil agar bisa terwujud edupreneurship di sekolah :
1.[size=1] [/size]Pelayanan yang bermutu pada setiap bidang dengan menerapkan sistem manajemen mutu total (Total Quality Management).
2.[size=1] [/size]Pemberdayaan SDM (guru, siswa, komite) untuk mendukung program sekolah menjadi sekolah unggul dan pemberdayaan mereka supaya lebih produktif berkarya.
3.[size=1] [/size]Pemanfaatan sarpras secara optimal untuk kegiatan pembelajaran dan kegiatan produksi.
4.[size=1] [/size]Peningkatan jaringan kerjasama dengan dunia usaha dan dunia industri untuk kegiatan mentoring.
5.[size=1] [/size]Memanfaatkan peluang usaha di segala bidang antara lain usaha produksi, jasa, pemasaran, persewaan, waralaba, konsinyasi, dsb.
Pengembangan edupreneurship merupakan sebuah gagasan menyeluruh tentang bagaimana menyiapkan lulusan yang kompeten serta berjiwa wirausaha. Sehingga sebagai seorang Kepala Sekolah diwajibkan memahami Peta konsep yang ditawarkan untuk mengembangkan edupreneurship, seperti diilustrasikan pada gambar di bawah ini;
Kerangka/peta konsep yang tertera pada gambar menunjukkan bahwa untuk menjadi edupreneurship diperlukan tindakan-tindakan kepemimpinan dari kepala sekolah. Manfaat yang diperoleh dari kegiatan edupreneurship bagi warga sekolah ialah :
Usaha yang dikembangkan SMK dapat menambah pendapatan bagi SMK dan melatih siswa berwirausaha. Usaha-usaha yang dikembangkan masih relevan dengan pendidikan dan tidak mengganggu proses pembelajaran. Jika usaha dilakukan dengan prinsip-prinsip yang benar maka SMK menjadi unggul dan banyak dikenal masyarakat.
Ketika muncul pertanyaan, samakah antara edupreneurship (Kewirausahaan di bidang pendidikan) dengan entrepreneurship education (Pendidikan Kewirausahaan). Jawabannya ialah: Beda
·[font=Times New Roman] [/font]Edupreneurship (Kewirausahaan di bidang pendidikan) adalah pendidikan yang mencetak peserta didik yang kreatif inovatif, pencipta peluang yang handal, dan pemberani melangkah menyambut tantangan kehidupan. Edupreneurship merupakan bagian dari entrepreneurship yang unik di bidang pendidikan. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa edupreneurship adalah pendidikan yang mencetak peserta didik yang kreatif inovatif, pencipta peluang yang handal, dan pemberani melangkah menyambut tantangan kehidupan.
·[font=Times New Roman] [/font]Entrepreneurship education (Pendidikan Kewirausahaan) adalah usaha terencana dan aplikatif untuk meningkatkan pengetahuan, intensi/niat dan kompetensi peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya dengan di wujudkan dalam perilaku kreatif, inovatif dan berani mengelola resiko. (Ade Suyitno: 3). Di dalam pendidikan kewirausahaan kita mengakselerasi pengalaman dan pola pikir. Dalam pendidikan kewirausahaan yang ingin kita didik adalah menularkan pola pikir dan perilaku seorang wirausaha pada peserta didik hingga dia berperilaku dan berwirausaha. Pendidikan adalah membentuk peserta didik mandiri melalui pola pikir serta pemberian kompetensi dan skill. Jadi dalam pendidikan kewirausahaan akan mengembangkan peserta didik berprilaku entrepreneur dan menjawab tantangan masa depan. Kesimpulannya pendidikan kewirausahaan adalah kompetensi wajib yang harus di miliki untuk menjawab tantangan masa depan dengan penerapan karakter kewirausahaan. Hal ini penting karena peserta didik yang berperilaku dan berjiwa wirausaha sebagai motor penggerak perekonomian masa depan Indonesia.
Bagaimana implementasi pembelajarannya dari ke duanya ialah :
·[font=Times New Roman] [/font]Implementasi edupreneurship di sekolah menengah kejuruan dilaksanakan melalui teaching factory dan business center. (Mulyatiningsih E, 2014). Model Pembelajaran Teaching Factory dengan memanfaatkan sarana prasarana yang dimiliki Sekolah alam menciptakan suasana industri di sekolah untuk mencapai kompetensi satu atau beberapa mata pelajaran produktif. Siswa diberi pengalaman langsung suasana kerja seperti di industri meskipun di sekolah dengan dihadapkan pada pekerjaan nyata sesuai kompetensi yang harus dimiliki dari satu atau beberapa mata pelajaran produktif baik yang bersifat produk maupun jasa. Sehingga kompetensi yang dicapai sesuai dengan yang seharusnya dan tidak terjadi kesenjangan kemampuan/ kompetensi antara kebutuhan/tuntutan industri dengan kemampuan /kompetensi yang dikembangkan di sekolah. Edupreneurship lebih banyak berorientasi pada profit yang banyak memberi keuntungan finansial. Edupreneurship adalah sekolah-sekolah yang selalu melakukan inovasi bermakna secara sistemik, perubahan transformasional, tanpa memperhatikan sumber daya yang ada, kapasitas saat ini atau tekanan nasional dalam rangka menciptakan kesempatan pendidikan dan keunggulan baru. Edupreneurship ingin menempatkan konsep-konsep dan sikap kewirausahaan dalam dunia pendidikan, bukan bertujuan menjadikan mahasiswa sebagai pengusaha, namun lebih pada pembentukan karakter edupreneur dalam bidang pendidikan”. Edupreneurship adalah program pelatihan bagaimana mengenalkan konsep-konsep entrepreneurship yang dilengkapi dengan berbagai contoh aplikasinya melalui proses Pendidikan menggunakan berbagai strategi bisnis, bergantung pada sifat produk dan segmen pasar yang telah mereka pilih untuk dilayani.
·[font=Times New Roman] [/font]Implementasi entrepreneurship education (Pendidikan Kewirausahaan) di sekolah menengah kejuruan ialah terbentuknya character building bagi guru dan peserta didik dengan usaha terencana dan aplikatif, sehingga meningkatkan pengetahuan, intensi/niat dan kompetensi peserta didik yang bertujuan mengembangkan potensi dirinya dengan di wujudkan dalam perilaku kreatif, inovatif dan berani mengelola resiko. Dengan kata lain, dengan implementasi pendidikan kewirausahaan, maka kompetensi wajib yang harus di miliki untuk menjawab tantangan masa depan dengan penerapan karakter kewirausahaan. Hal ini penting karena peserta didik yang berperilaku dan berjiwa wirausaha sebagai motor penggerak perekonomian masa depan Indonesia. Berjiwa muda, ulet, kreatif, inovatif, suka tantangan, dan pantang menyerah. Sehingga mau dan mampu bekerja bersaing di Dunia Industri maupun berwirausaha.
Apa tujuan akhir dari pembelajaran keduanya
Tujuan akhir dari pembelajarannya adalah sama. Keduanya merupakan bentuk usaha untuk mengajarkan dan mendidik pada orang lain (peserta didik) untuk mengasah diri berusaha untuk kreatif dan inovatif yang berorientasi pada keunggulan. Selain itu memperoleh prestasi dan menambah income. Dimana prestasi sekolah/universitas mungkin tidak langsung membuahkan keuntungan finansial tetapi sekolah/universitas yang berprestasi memiliki lebih banyak kesempatan untuk mendapat penghargaan, bantuan, dan input siswa yang lebih baik. Dengan modal prestasi ini, sekolah sedikit demi sedikit akan mengalami kemajuan sampai menjadi sekolah unggul. Dalam konteks ini, unggul tidak memberi dampak finansial secara langsung tetapi merintis masa depan yang lebih sukses. Setelah menjadi sekolah unggul, peluang dan kesempatan untuk mencari tambahan finansial/income semakin mudah didapatkan.
Untuk menjadi edupreneurship diperlukan tindakan-tindakan kepemimpinan dari seorang enterpreneurship untuk menggerakkan, dengan menerapkan langkah-langkah berikut ini agar bisa terwujud edupreneurship di sekolah :
1.[size=1] [/size]Pelayanan yang bermutu pada setiap bidang dengan menerapkan sistem manajemen mutu total (Total Quality Management).
2.[size=1] [/size]Pemberdayaan SDM (guru, siswa, komite) untuk mendukung program sekolah menjadi sekolah unggul dan pemberdayaan mereka supaya lebih produktif berkarya.
3. Pemanfaatan sarpras secara optimal untuk kegiatan pembelajaran dan kegiatan produksi.
4. Peningkatan jaringan kerjasama dengan dunia usaha dan dunia industri untuk kegiatan mentoring.
5. Memanfaatkan peluang usaha di segala bidang antara lain usaha produksi, jasa, pemasaran, persewaan, waralaba, konsinyasi, dsb.
Pembelajaran TeFa (Teaching Factory) ialah Model pembelajaran berbasis produksi (barang/jasa) yang dibutuhkan oleh masyarakat, sepenuhnya dikerjakan oleh peserta didik, dilaksanakan dalam ruang praktik/bengkel/lahan yang telah dikondisikan mendekati situasi dan suasana tempat kerja yang sesungguhnya, menyangkut: waktu, prosedur, dan cara/aturan sesuai standar DUDI/IDUKA. Tujuan Tefa yaitu Pembelajaran melalui teaching factory bertujuan untuk menumbuh-kembangkan karakter dan etos kerja (disiplin, tanggung jawab, jujur, kerjasama, kepemimpinan, dan lain-lain) yang dibutuhkan DU/DI serta meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dari sekedar membekali kompetensi (competency based training) menuju ke pembelajaran yang membekali kemampuan memproduksi barang/jasa (production based training).
Hubungan kerjasama antara SMK dengan industri dalam pola pembelajaran Teaching Factory akan memiliki berdampak positif untuk membangun mekanisme kerjasama (partnership) secara sistematis dan terencana didasarkan pada posisi tawar win-win solution. Penerapan pola pembelajaran Teaching Factory merupakan interface dunia pendidikan kejuruan dengan dunia industri, sehingga terjadi check and balance terhadap proses pendidikan pada SMK untuk menjaga dan memelihara keselarasan (link and match) dengan kebutuhan pasar kerja. Pelaksanaan pembelajaran teaching factory di sekolah, sebagai contoh berikut ini ialah TeFa di SMK MUTUSKA (sesuai dengan kompetensi keahlian), ada 4 kompetensi keahlian :
1. Teknik Pemesinan (TPM)
2. Teknik Pengelasan (TPL)
3. Teknik Kendaraan Ringan (TKR)
4. Teknik Bisnis Sepeda Motor (TBSM)
“Teaching factory merupakan suatu konsep pembelajaran kontekstual yang mendekatkan siswa ke dalam situasi kerja yang sesungguhnya. Teaching Factory merupakan sebuah replika industri, memiliki peralatan produksi setara dengan industri, menerapkan standar operasional prosedur yang sama dengan industri sehingga produksi barang dan jasapun sejajar dengan industri, Teaching Factory diharapkan dapat menjembatani kesenjangan kompetensi yang dibutuhkan. Pengembangan edupreneurship di SMK industri dengan kompetensi yang dipelajari di sekolah (Ikhsan Zainudin; Suwachid; Ngatou Rohman, 2012).”
Business center adalah kegiatan usaha sekolah di SMK bisnis dan manajemen dimana siswa secara langsung melakukan kegiatan perdagangan/retail. Keuntungan yang didapatkan dapat menambah sumber pendapatan sekolah untuk keberlangsungan kegiatan pendidikan (Direktorat PSMK, 2008:55; Moerwishmadhi: 2009). Businees center menghadirkan dunia usaha/kerja yang sesungguhnya dalam lingkungan sekolah untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Untuk mewujudkan business center yang menunjang proses pembelajaran di SMK diperlukan beberapa komponen pendukung agar tujuan dapat dicapai. Menurut Direktorat PSMK (2008), komponen-komponen tersebut terdiri atas: Operational management, Human resource, Financial dan Investment, Entrepreneur, Partnership, Curriculum, Learning process of product realization, Infrastructure dan Facilities, serta Product/service.
1) Manajemen Operasional (Operational Management)Manajemen operasional yang dimaksudkan adalah kegiatan pengelolaan business center. Manajemen tersebut meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi program business center di SMK. Sebelum mulai melaksanakan kegiatan, pengelola atau manajemen terlebih dahulu membuat sebuah perencanaan. Perencanaan yang dibuat meliputi rencana jangka panjang atau strategis, jangka menengah, maupun jangka pendek.
2) Sumber Daya Manusia (Human Resources) Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pelaksanaan business center adalah karyawan, guru/instruktur dan siswa yang terlibat dalam kegiatan ini. Business center bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan jiwa kewirausahaan siswa. Oleh karena itu, business centerharus melibatkan siswa dalam kegiatan yang dilaksanakan. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan dari Lamancusa (2008: 6) bahwa siswa menginginkan pengalaman langsung dan nyata daripada mendengarkan ceramah dari seorang professor dalam sebuah buku atau tayangan presentasi. Selain keterlibatan siswa dalam pelaksanaan business center, sekolah juga memerlukan adanya karyawan yang khusus untuk menjalankan kegiatan produksi. Hal ini diperlukan karena kesediaan produk merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam melakukan usaha.
3) Kurikulum (Curriculum)Tilaar (1999: 48) memberikan pengertian kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pelaksanaan business center idealnya mendukung pencapaian kompetensi siswa sesuai dengan kurikulum yang diterapkan di sekolah.
4) Sarana dan Prasarana (Infrastructure and Facilities) Program business center dapat berjalan jika sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah memenuhi standar untuk melakukan kegiatan. Sarana dan prasarana yang harus ada meliputi gedung business center dan peralatan-peralatan penunjang seperti rak display, brankas, mesin kasir, scan barcode, dll.
5) Investasi dan Keuangan (Finacial dan Investment). Salah satu tujuan business center ialah meningkatkan sumber pendapatan sekolah. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan pengelolaan investasi dan keuangan yang baik. Secara umum fungsi pengelolaan keuangan menurut Bambang Riyanto ialah cara menginvestasikan atau menggunakan dana dan cara mencari sumber-sumber dana (Erman Suparno dan Moerdiyanto, 2010: 148). Sumber dana yang bisa didapatkan sekolah untuk kegiatan business center dapat berupa modal sendiri ataupun modal dari pihak luar.
6) Kerjasama dengan Industri dan Institusi lain yang terkait (Partnership). Salah satu tujuan business center adalah meningkatkan jalinan kerjasama antara SMK dengan pihak-pihak yang lain terutama dengan pihak industri.
7) Proses Pembelajaran Melalui Kegiatan Produksi (Learning Process of Product Realization) Sesuai dengan filosofi Prosser (1950: 217) dimana sekolah kejuruan akan efektif jika proses pembelajaran dilakukan pada lingkungan yang merupakan tiruan atau replika dari lingkungan kerja yang sebenarnya. Maka program business center bertujuan menghadirkan lingkungan usaha/industri ke dalam lingkungan sekolah. Siswa secara langsung melakukan kegiatan produksi sama dengan yang dilakukan di dunia usaha/industri.
8) Kewirausahaan (Entrepreneurship) Salah satu tujuan yang ingin dicapai dari program busines scenter adalah tumbuhnya kemampuan sebagai seorang entrepreneur di lingkungan sekolah. Richard Cantilon memberikan pengertian entrepreneur ialah pekerja mandiri dengan pendapatan yang tidak menentu (Lambing & Kuchl, 2003: 229). Pengertian tersebut merupakan pengertian tentang enteprenur pada masa yang lalu. Pada masa kini, entrepreneur tidak hanya seseorang yang membuka usaha, akan tetapi entrepreneur ialah seseorang yang berusaha dengan keberanian dan kegigihan sehingga usahanya mengalami pertumbuhan (Rhenald Kasali, et al, 2010: 12). Pertumbuhan atau perubahan menjadi kata kunci untuk seorang yang dapat disebut sebagai entrepreneur.
9)[size=1] [/size]Produk Barang dan Jasa (Product and Services). Business center adalah menyediakan produk berupa barang kebutuhan sehari-hari. Supaya produk dapat laku dan diterima masyarakat atau konsumen, sebelum memutuskan produk yang akan dijual pengurus dapat memperhatikan hal-hal berikut: produk apa yang dibeli atau dibutuhkan pasar, mengapa produk tersebut dibeli, siapa yang membeli, bagaimana proses pembelian, bagaimana mutu dan penampilannya, bagaimana modelnya, bagaimana merknya, bagaimana kemasannya, bagaimana pelayanannya dan bagaimana garansinya (Moerdiyanto: 2009).
·[size=1][font=Times New Roman] [/font][/size]Struktur organisasi pendukung edupreneurship minimal memiliki tiga satuan tugas yaitu: akademik, non akademik dan profit. Bagian akademik berusaha untuk menggenjot prestasi akademik siswa, merancang kegiatan dan membuat proposal-proposal pengajuan dana kegiatan ke berbagai instansi pendonor. Bagian non akademik bertugas menyiapkan sikap dan kepribadian siswa dalam bekerja maupun bermasyarakat. Bagian profit bertugas menggali sumber dana dari berbagai sumber daya yang dimiliki sekolah. Tiga satuan tugas ini bekerja secara sinergis untuk menyeimbangkan antara hard skill dan soft skill (cipta, rasa dan karsa atau knowledge, skill dan attitude). Dengan tiga komponen satuan tugas ini diharapkan akan tercipta lulusan yang pintar, kreatif dan kaya hati. Contoh struktur organisasi satuan tugas pengembangan edupreneurship SMK dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Setiap satuan tugas diisi oleh orang-orang yang memiliki motivasi tinggi untuk bekerja sesuai kompetensinya. Khusus untuk satgas profit, struktur organisasi bisa diisi oleh guru dan praktisi profesional. Susunan organisasi business center (BC) menurut pedoman pengembangan BC SMK adalah sebagai berikut:
a. Penanggung jawab : Kepala Sekolah
b. Manager BC : Praktisi/Profesional
c. Bag keuangan : Guru
d. Bag Pengadaan : Praktisi
e. Bag Personalia : Guru
f. Bag Kelembagaan : Guru
g. Bag Gudang dan Perlengkapan: Praktisi
· Penjaminan mutu, mutu merupakan konsep yang dinamis. Mutu hanya dapat diukur dari kepuasan pelanggan, sementara itu kepuasan bersifat relatif karena antara pelanggan satu dengan yang lain tidak bisa menunjukkan rasa kepuasan yang sama pada mutu pelayanan yang sama. Pengertian mutu pada industri perdagangan berbeda dengan industri penyedia jasa. Industri perdagangan menghasilkan produk yang langsung dapat dilihat, diraba, dan diukur. Produk industri manufaktur dapat diukur dari kenyamanan, kinerja, keandalan yang tanpa cacat, featur, daya tahan pemakaian dan penyediaan layanan perbaikan untuk produk yang mengalami kerusakan. Industri jasa tidak menghasilkan produk yang kasap mata, produk tidak dapat dilihat atau dikatakan dengan pengalaman-pengalaman. Mutu jasa hanya dapat diperoleh dari persepsi pengguna layanan, tingkat konsistensi layanan dari waktu ke waktu. Produk edupreneur dapat mencakup keduanya yaitu bisa berupa barang maupun jasa. Mutu dapat diketahui dari survei pasar untuk menetapkan apakah persyaratan-persyaratan produk dan jasa telah benar-benar sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Walaupun organisasi sudah menunjukkan kinerja yang efektif, mutu harus tetap dilihat dari semua fungsi, semua orang, semua bagian dan semua kegiatan. Citra mutu organisasi dapat rusak apabila salah satu elemen organisasi tidak menjalankan mutu dengan baik.
Penjaminan mutu dapat dicapai melalui efektivitas manajemen internal yang melibatkan efektivitas penggunaan sumberdaya manusia, sistem, fasilitas, keuangan dan pengembangan budaya kerjasama yang positif. Penjaminan mutu yang sukses dalam institusi pendidikan dapat dicapai apabila setiap anggota dalam organisasi memberi konstribusi pada proses yang berkualitas. Dalam konteks pengembangan edupreneurship, mutu wajib menjadi budaya kerja setiap anggotanya. Mutu mempunyai hierarki konsep yang membutuhkan pemahaman tentang tiga ide mutu yang cukup penting yaitu pengendalian mutu (Quality Control), penjaminan mutu (Quality Assurance) dan mutu total (Total Quality Management). Penjaminan mutu secara umum dilakukan untuk mencegah permasalahan mutu melalui perencanaan dan kegiatan yang sistematis (melibatkan dokumentasi). Penjaminan mutu melibatkan penetapan sistem manajemen mutu terpadu, pengukuran dan penilaian yang adekuat, audit sistem pelaksanaan dan melihat kembali sistem itu sendiri.
· Strategi pemasaran, Strategi pemasaran adalah rencana yang dibuat oleh perusahaan untuk menentukan bagaimana dapat meningkatkan volume penjualan produknya dan dapat memenuhi serta memberikan kepuasan akan permintaan konsumen. Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen inilah yang menjadi konsep pemasaran. Agar kegiatan pemasaran dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan dan keinginan manusia terutama pihak konsumen yang dituju maka perlu dipahami konsep dan prinsip pemasaran.
Ada beberapa strategi untuk meningkatkan omzet penjualan yang diterapkan pada masing-masing bagian pemasaran yaitu:
1. Product (produk)
Produk yang akan mendapat banyak permintaan adalah produk yang banyak dibutuhkan dan diinginkan masyarakat
2. Harga (price)
Dalam kebijaksanaan penentuan harga jual, pemasaran produk edupreneurship bidang layanan akademik perlu mempertimbangkan standar harga minimal, daya beli masyarakat dan harga yang ditawarkan lembaga pesaing.
3. Promosi (Promotion)
Promosi adalah kegiatan menginformasikan tentang produk yang dijual kepada konsumen atau pihak lain untuk mempengaruhi sikap dan perilaku mereka.
4. Tempat (place)
Lakukan inovasi terapkan sistem e-commerce. Distribusi barang dilakukan jika ada pesanan produk lewat telpon atau secara on line.
5. Partisipan (People)
People adalah karyawan penyedia jasa layanan maupun penjualan, atau orang-orang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses layanan itu sendiri.
6. Proses (Process)
Proses adalah kegiatan yang menunjukkan bagaimana pelayanan diberikan kepada konsumen selama menggunakan jasa atau membeli barang.
7. Kejadian fisik (Physical evidence)
Physical evidence dapat berupa kejadian atau kondisi fisik yang tampak pada saat proses pelayanan berlangsung. Kondisi fisik dapat dikaitkan dengan lingkungan fisik yang nampak
D.[size=1] [/size]Kerjasama dalam edupreneurship
a. Kerjasama atau kemitraan merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam edupreneurship, karena dengan kegiatan kemitraan antara guru SMK dengan DUDI dapat memperoleh kedua manfaat. (1) Manfaat akademis diperoleh jika guru SMK mampu meningkatkan kompetensi dan penguasaan teknologi baru yang sedang berkembang di DUDI, (2) Manfaat ekonomi diperoleh jika guru SMK melaksanakan sharing sumberdaya, pengembangan unit produksi, dan penyaluran tenaga kerja ke DUDI.
b. Prinsip-prinsup kerjasama (partnership) dalam edupreneurship
1) Saling membutuhkan
Kemitraan dapat saling membutuhkan jika DUDI membutuhkan pasokan tenaga kerja lulusan SMK, bahan baku industri (misalnya: hasil pertanian, perikanan, peternakan) atau pemasaran produk (misalnya: ATK) kepada SMK sedangkan SMK membutuhkan DUDI sebagai tempat penyaluran tenaga kerja, tempat pelatihan, dll.
2) Saling mempercayai
Kemitraan dilakukan dengan saling mempercayai jika kedua pihak yang bermitra bersikap jujur dan terbuka terhadap apa yang diperoleh atau dimilikinya.
3) Saling memperkuat
Kerjasama dapat saling memperkuat untuk menghadapi pesaing dari luar, misalnya jika SMK menjadi pemasok bahan baku/sparepart yang dapat dipercaya, murah dan berkualitas. SMK diperkuat oleh industri jika mendapat kepercayaan untuk mengelola sebagian dari sistem produksi industri sehingga SMK mampu menjadi contoh bagi SMK lain
4) Saling menguntungkan
Kerjasama dapat memberi manfaat yang saling menguntungkan misalnya jika DUDI menjadi tempat magang guru SMK, DUDI memanfaatkan kerjasama ini untuk mengenalkan produk dan meningkatkan citra DUDI di masyarakat
c. Bentuk kerjasama dalam edupreneurship
Kerjasama/Kemitraan/partnership dapat memberi manfaat akademis dan manfaat ekonomis. Kemitraan antara SMK dengan DUDI dapat memberi manfaat akademis jika kemitraan memperoleh hasil yang dapat menambah substansi keilmuan untuk pembelajaran di SMK. Kemitraan antara SMK dengan DUDI dapat memberi manfaat ekonomis jika kemitraan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya dan fasilitas yang ada secara bersama-sama supaya penyelenggaraan pendidikan lebih efektif dan efisien.
Kegiatan kongkret yang dapat dilakukan pada kerjasama ini antara lain: (1) guru SMK dan DUDI menyelenggarakan pelatihan keterampilan bersama, (2) DUDI memanfaatkan tenaga dari siswa SMK, (3) DUDI menerima produk yang dihasilkan SMK atau SMK turut memasarkan produk dari DUDI.
Off